Sabtu, 22 Maret 2014

fiqih muamalah sirkah



BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang Masalah
Didalam perekonomian suatu negara salah satu lembaga keuangan yang mempunyai nilai strategis adalah lembaga keuangan bank. Lembaga tersebut dimaksudkan sebagai perantara antara pihak- pihak yang mempunyai kelebihan dana dengan pihak-pihak yang kekurangan dana. Lembaga keuangan bank bergerak dalam kegiatan perkreditan, dan berbagai jasa yang diberikan bank melayani kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua faktor perekonomian.
Syariah Islam sebagai suatu syariah yang dibawa oleh rasul terakhir, mempunyai keunikan tersendiri. Syariah ini bukan saja menyeluruh atau komprehensif tetapi juga universal. Karakter istimewa ini diperlukan sebab tidak akan ada syariah lain yang datang untuk menyempurnakannya. Syariah Islam merangkum seluruh aspek kehidupan, baik ritual (ibadah) maupun sosial (muamalah) dan dapat diterapkan dalam setiap waktu dan tempat sampai hari akhir nanti.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian syirkah dan dasar hukumnya?
2.      Apa rukun dan syarat sah syirkah?
3.      Apa aja macam-macam syirkah?
4.      Apa syarat khusus dari jenis-jenis syirkah?
5.      Bagaiman syirkah dalam konteks keuangan syari’ah?
C.     Tujuan
1.      Mengetahui pengertian syirkah dan dasar hukumnya.
2.      Mengetahui rukun dan syarat sah syirkah.
3.      Mengetahui macam-macam syirkah.
4.      Mengetahui syarat khusus dari jenis-jenis syirkah.
5.      Mengetahui syirkah dalam konteks keuangan syari’ah.
BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pengertian Dan Dasar Hukum
1.      Pengertian
Syirkah menurut bahasa berarti al-ikhtilath yang artinya campur atau percampuran. Demikian dinyatakan oleh Taqiyuddin. Maksud percampuran di sini ialah seseorang mencampurkan hartanya dengan harta orang lain sehingga tidak mungkin untuk dibedakan. Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk satu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (kompetensi, expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan di tanggung bersama sesuai kesepakatan. Seperti halnya mudharabah, musyarakah adalah akad kerjasama atau usaha patungan antara dua atau lebih pemilih modal atau keahlian, untuk melaksanakan suatu jenis usaha yang halal dan produktif. Bedanya dengan mudharabah adalah dalam hal pembagian untung rugi dan keterlibatan peserta dalam usaha yang sedang dikerjakan. (Zuhaili, 1989, IV, hal. 792-793). Menurut istilah, yang dimaksud dengan syirkah, para fuqaha berbeda pendapat sebagai berikut:
§  Menurut Sayyid Sabiq, yang dimaksud dengan syirkah ialah:

عَقْدٌبَيْنَ الْمُتَشَاِر كَيْنِ فِى رَأْسِ الْمَالِ وَالرَّبْحِ
“Akad antara dua orang berserikat pada pokok harta (modal) dan keuntungan”.[1]
§  Menurut Imam Taqiyuddin Abi Bakr Ibn Muhammad al-Husaini, yang dimaksud dengan syirkah ialah:

عِبَارَةٌ عَنْ ثُبُوتِ الْحَقِّ فِى الشَّيئ الْوَاحِدِ لِشَخْصَيْنِ فَصَاعِدًا عَلَى جِهَةِ الشُيُوْعِ

“Ibarat penetapan suatu hak pada sesuatu yang satu untuk dua orang atau lebih dengan cara yang telah diketahui”.[2]
§  Idris Ahmad menyebutkan syirkah sama dengan syarikat dagang, yakni dua orang atau lebih sama-sama berjanji akan bekerja sama dalam dagang, dengan menyerahkan modal masing-masing, di mana keuntungan dan kerugiannya diperhitungkan menurut besar kecilnya modal masing-masing.
Setelah diketahui definisi-definisi syirkah menurut para ulama, kiranya dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan syirkah adalah kerja sama antara dua orang atau lebih dalam berusaha, yang keuntungan dan kerugiannya ditanggung bersama.
2.      Dasar Hukum
Syirkah merupakan akad yang diperbolehkan, hal ini berlandaskan atas dalil-dalil yang terdapat dalam Al-Quran, hadits ataupun ijma ulama. Diantara dalil (landasan syariah) yang memperbolehkan praktik akad syirkah adalah sebagai berikut :
a.       Dalam firman Allah :
tA$s% ôs)s9 y7yJn=sß ÉA#xsÝ¡Î0 y7ÏGyf÷ètR 4n<Î) ¾ÏmÅ_$yèÏR ( ¨bÎ)ur #ZŽÏVx. z`ÏiB Ïä!$sÜn=èƒø:$# Éóö6us9 öNåkÝÕ÷èt/ 4n?tã CÙ÷èt/ žwÎ) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# ×@Î=s%ur $¨B öNèd 3 £`sßur ߊ¼ãr#yŠ $yJ¯Rr& çm»¨YtGsù txÿøótGó$$sù ¼çm­/u §yzur $YèÏ.#u z>$tRr&ur ) ÇËÍÈ  
“ Daud berkata: "Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan Amat sedikitlah mereka ini". dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya; Maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat.”
Ayat diatas merujuk pada dibolehkannya praktik akad musyarakah. Lafadz “al-khulatha” dalam ayat ini bisa diartikan saling bersekutu / partnership, bersekutu dalam konteks ini adalah kerjasama dua atau lebih pihak untuk melakukan sebuah usaha perniagaan. (Zuhaili, 1989, IV, hal. 793). Berdasarkan pemahaman ini, jelas sekali bahwa pembiayaan musyarakah mendapatkan legalitas dari syariah.
b.       “Allloh swt telah berfirman (dalam hadits Qudsi-Nya) : “ Aku adalah yang ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah seorang diantaranya tidak berkhianat terhadap temannnya. Apabila salah seorang diantara keduanya berkhianat, maka Aku akan keluar dari perserikatan keduanya” (riwayat Abu Dawud dan Hakim dari Abu Hurairoh). Hadits tersebut merupakan dalil lain diperbolehkannya praktik musyarakah. Hadits ini merupakan hadits qudsi dan kedudukannya shahih menurut Hakim.
Dalam hadits ini, Allah memberikan pernyataan bahwa Dia akan bersama dua orang yang bersekutu dalam suatu usaha perniagaan, dalam arti Allah akan menjaga memberikan pertolongan dan berkah-Nya atas usaha perniagaan yang dilakukan, usaha yang dijalankan akan semakin berkembang sepanjang tidak ada pihak yang berkhianat.
Jika terdapat pihak yang berkhianat di antara mereka, maka Allah akan mengangkat pertolongan dan berkah-Nya atas usaha perniagaan yang di jalankan (Zuhaili, 2002, hal.100). Hadits ini secara jelas membenarkan praktik akad musyarokah dan menunjukan urgensi sifat amanah dan tidak membenarkan adanya khianat dalam kontrak musyarokah yang di jalankan.
c.       Taqrir Nabi adalah ketetapan Nabi atas sesuatu yang dilakukan oleh orang lain dan merupakan salah satu metodologi yang  bisa digunakan untuk menetapkan sebuah hukum. Relevan dengan akad musyarakah, setelah Rosulullah saw diutus menjadi nabi, masyarakat telah mempraktikan kontrak musyarakah, kemudian Rosulullah menetapkan akad musyarakah sah untuk digunakan masyarakat, sebagaimana banyak juga hadits Rosulullah yang menjelaskan keabsahan akad musyarokah (Zuhaili, 1989, IV, hal. 793). Taqrir Nabi ini bisa digunakan sebagai landasan hukum atas keabsahan penggunaan akad musyarakah.
d.      Kesepakatan ulama akan dibolehkannya akad musyarokah dikutip dari Dr. Wahab Zuhaili dalam kitab Al Fikh al Islami wa Adilatuhu. Ulama muslim sepakat akan keabsahan kontrak musyarokah secara global, walaupun terdapat perbedaan pendapat di antara mereka atas beberapa jenis musyarokah. Secara eksplisit, ulama telah sepakat akan praktik kontrak musyarokah, sehingga kontrak ini mendapat pengakuan dan legalitas syar’i (Zuhaili, 1989, IV, hal.783).

B.     Rukun Dan Syarat Sah Syirkah
1.      Rukun Syirkah
Rukun syirkah diperselisihkan oleh para ulama, menurut ulama Hanafiyah bahwa rukun syirkah ada dua, yaitu ijab dan kabul sebab ijab kabul (akad) yang menentukan adanya syirkah. Adapun yang lain seperti dua orang atau pihak yang jual beli. Pembiayaan musyarokah memiliki beberapa rukun yang telah di gariskan oleh ulama guna menentukan sahnya akad tersebut, rukun yang dimaksud adalah shigat (ijab dan qabul), pihak yang bertransaksi, dan objek transaksi (modal dan kerja). Ulama juga mengajukan beberapa syarat terhadap rukun-rukun yang melekat dalam pembiayaan musyarokah :
§  Shigat atau ijab dan qabul harus diucapkan oleh kedua pihak atau lebih untuk menunjukkan kemauan mereka dan terdapat kejelasan tujuan mereka dalam melakukan suatu kontrak.
§  Syarat bagi mitra yang melakukan kontrak musyarokah adalah harus kompeten dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan.
§  Modal yang diberikan harus berupa uang tunai atau juga berupa aset-aset perniagaan seperti barang inventori, properti, perlengkapan dan lainnya. Madzhab Syafi’i dan Maliki mensyaratkan modal yang disediakan oleh masing-masing mitra harus dicampur supaya tidak terdapat keistimewaan. Tetepi madzhab Hanafi tidak mencantumkan  syarat ini jiks modal dalam bentuk uang tunai.
2.      Syarat Syirkah
Syarat-syarat yang berhubungan dengan syirkah menurut Hanafiyah dibagi menjadi empat bagian berikut ini.
a.       Sesuatu yang bertalian dengan semua bentuk syirkah baik dengan harta maupun dengan yang lainnya. Dalam hal ini terdapat dua syarat, yaitu; a) yang berkenaan dengan benda yang diakadkan adalah harus dapat diterima sebagai perwakilan, b) yang berkenaan dengan keuntungan, yaitu pembagian keuntungan harus jelas dan dapat diketahui dua pihak, misalnya  setengah, sepertiga dan yang lainnya.
b.      Sesuatu yang bertalian dengan syirkah mal (harta), dalam hal ini terdapat dua perkara yang harus dipenuhi yaitu a) bahwa modal yang dijadikan objek akad syirkah adalah dari alat pembayaran (nuqud), seperti Junaih, Rial, dan Rupiah, b) yang dijadikan modal (harta pokok) ada ketika akad syirkah dilakukan, baik jumlahnya sama maupun berbeda.
c.       Sesuatu yang berkaitan syarikat mufawadhah, bahwa dalam mufawadhah disyaratkan a) modal (pokok harta) dalam syirkah mufawadhah harus sama, b) bagi yang bersyirkah ahli untuk kafalah, c) bagi yang dijadikan objek akad disyaratkan syirkah umum, yakni pada semua macam jual beli atau perdagangan.
d.      Adapun yang bertalian dengan syirkah ‘inan sama dengan syarat-syarat syirkah mufawadhah.
Menurut Malikiyah syarat-syarat yang bertalian dengan orang yang melakukan akad ialah merdeka, baligh, pintar (rusyd).
Syafi’iyah berpendapat bahwa syirkah yang sah hukumnnya hanyalah syirkah ‘inan, sedangkan syirkah yang lainnya batal.
Dijelaskan pula oleh Abd al-Rahman al-Jaziri bahwa rukun syirkah adalah dua orang (pihak) yang berserikat, shighat dan objek akad syirkah baik harta maupun kerja. Syarat-syarat syirkah, dijelaskan oleh Idris Ahmad berikut ini.
1)      Mengeluarkan kata-kata yang menunjukkan izin masing-masing anggota serikat kepada pihak yang akan mengendalikan harta itu.
2)      Anggota serikat itu saling mempercayai, sebab masing-masing mereka adalah wakil yang lainnya.
3)      Mencampurkan harta sehingga tidak dapat dibedakan hak masing-masing, baik berupa mata uang maupun bentuk yang lainnya. 
a.       Syarat lafaz
Kalimat akad hendaklah mengandung arti izin buat menjalankan barang perserikatan. Umpamanya salah seorang diantara keduanya berkata “kita berserikat pada barang ini, dan saya izinkan engkau menjalankannya dengan jalan jual beli dan lain-lainnya.” Jawab yang lain, “ saya terima seperti yang engkau katakan itu.”
b.         Syarat menjadi anggota pengkongsian
1)      Berakal
2)      Baligh (berumur 15 tahun)
3)      Merdeka dan dengan kehendaknya sendiri (tidak dipaksa)
c.         Syarat modal pengkongsian
1)      Modal hendaklah berupa uang (emas atau perak) atau barang yang ditimbang atau ditakar, misalnya beras, gula dan lain-lainnya.
2)      Dua barang modal itu hendaklah dicampurkan sebelum akad sehingga antara kedua bagian   barang itu tidak dapat dibedakan lagi.
Modal dan kerja tidak perlu sama. Seseorang boleh memberi modal Rp.100.000,00, dan yang lainnya Rp. 50.000,00. Begitu juga kerjanya, tidak berhalangan bila salah seorang bekerja satu hari, sedangkan yang lain  setengah hari, asal berdasarkan hasil mufakat antara keduanya pada waktu akad.
Adapun pendapat lain mengenai akad syirkah yang dikatakan sah apabila memenuhi beberapa syarat umum sebagai berikut (Zuhaili,jilid IV, hal 805) :
a.       Akad syirkah harus bisa menerima wukalah (perwakilan), setiap partner merupakan wakil dari yang lain , karena masing-masing mendapatkan izin dari pihak lain untuk menjalankan perannya. Dalam syirkah setiap partner mendapat izin dari pihak lain untuk menjalankan transaksi bisnis, masing-masing partner merupakan wakil dari pihak lain . sehingga, akad syirkah harus bisa diwakilkan (pekerjaan dalam syirkah harus bisa di-speed sehingga masing-masing pihak memilliki kontribusi. Untuk itu masing-masing partner harus mewakilkan kepada pihak lain untuk menjalankan bagiannya)
b.      Keuntungan bisa di kualifikasikan, artinya masing-masoing partner mendapatkan bagian yang jelas dari hasil keuntungan bisnis, bisa dalam bentuk nisbah atau presentase misalnya 20% untuk masing-masing partner.
c.       Penentuan pembagian bagi hasil (keuntungan) tidak bisa disebutkan dalam jumlah nominal yang pasti (misal, Rp.500.000, untuk masing-masing partner), karena hal ini bertentangan dengan konsep syirkah untuk berbagi dalam keuntungan dan resiko atas usaha yang dijalankan.

C.     Macam-Macam Musyarokah
Secara garis besar, musyarokah diketegorikan menjadi dua jenis, yakni musyarokah kepemilikan (syirkah al amlak) dan musyarokah akad (syirkah al‘aqd). Musyarokah kepemilikan tercipta karena adanya warisan, wasiat atau konidisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang atu lebih. Dalam musyarokah ini, kepemilikan dua orang atau lebih berbagai dalam sebuah aset nyata dan berbagai pula dari keuntungan yang dihasilkan aset tersebut.
Musyarokah akad tercipta dengan cara kesepakatan dimana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari memberikan kontribusi modal musyarokah, mereka pun sepakat berbagai keuntungan dan kerugian. Musyarokah akad terbagi menjadi : syirkah al’inan, al mufalwadlah, al a’maal dan syirkah al wujuh (Zuhaili, 1989, IV, hal.796).
a.       Syirkah al ‘inan
Syirkah al’inan adalah kontrak antara dua orang atau lebih setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan modal dan berpartisipasi dalam kerja. Semua pihak berbagai dalam keuntungan dan kerugian sebagaimana disepakati diantara mereka, namun porsi masing-masing pihak (baik dalam kontribusi modal, kerja ataupun bagi hasil) tidaklah harus sama dan identik, tetapi sesuai kesepakatan mereka (Zuhaili, jilid IV, hal. 797). Atau bisa diartikan sebagai akad dari dua orang atau lebih untuk berserikat harta yang ditentukan oleh keduanya dengan maksud mendapat keuntungan (tambahan) dan keuntungan itu untuk mereka yang berserikat itu.
Madzhab Hanafi dan Hambali mengizinkan praktik ini dengan memilih salah satu dari alternatif berikut ini :
Ø  Keuntungan yang didapatkan dibagi sesuai dengan kontribusi modal yang diberikan oleh masing-masing pihak,
Ø  Keuntungan bisa dibagi secara sama, walaupun kontribusi moda masing-masing mungkin berbeda,
Ø  Keuntungan bisa di bagi tidak sama tapi kontribusi dana yang dibeikan sama. Madzhab Maliki dan Syafi’i menerima jenis akad musyarokah ini dengan syarat, keuntungan dan kerugian di bagi secara proporsional sesuai dengan kontribusi dana yang ditanamkan, musyarokah jenis ini yang sering di aplikasikan dalam perbankan syari’ah.
b.      Syirkah al Muafadlah
Syirkah al Muafadlah adalah kontrak kerjasama antara dua orang atau lebih, setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. Setiap pihak membagi kuntungan dan kerugian secara sama. Dengan demikian, syarat utama dari jenis musyarokah ini adalah kesamaan dana yang diberikan, kerja, tanggung jawab dan beban hutang dibagi oleh masing-masing pihak secara sama. Madzhab Hanafi dan Maliki membolehkan jenis musyarokah ini, tetapi dengan memberikan banyak batasan terhadapnya (Zuhaili, 1989, IV, hal. 798).
c.       Syirkah al A’maal
Syirkah al A’maal adalah kontrak kerja sama antara dua orang seprofesi untuk menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan dari pekerjaan itu. Misalnya, kerja sama dua orang arsitek untuk menggarap sebuah proyek, atau kerjasama dua orang penjahit untuk menerima order pembuatan seragam kantor. Madzhab Hanafi, Hambali dan Maliki setuju dan membolehkan praktik musyarokah ini (Zuhaili, 1989, IV, hal. 803)
d.      Syirkah al Wujuh
Syirkah al Wujuh adalah kontrak kerjasama antara dua orang atau lebih yang memiliki reputasi prestise yang baik serta ahli dalam bisnis. Mereka membeli barang secara kredit dari suatu perusahaan tanpa adanya uang cash damm kemudian menjual barang tersebut secara tunai. Mereka berbagi dalam keuntungan dan kerugian. Jenis musyarokah ini tidak memerlukan modal, karena pembelian barang dilakukan secara kredit dan berdasarkan jaminan orang yang bersekutu (Zuhaili, 1989, IV, hal 801)

D.     Ciri Khas Dari Jenis Syirkah
1.      Syarat Khusus Dalam Syirkah Al Amwal
Pertama, mayoritas ulama sepakat bahwa ra’sul mal (modal) dalam syirkah harus dihadirkan ketika melakukan kontrak atau akan menjalankan bisnis. Modal tidak bisa berupa hutang, karena maksud dari diadakannya syirkah adalah untuk mendapatkan keuntungan dan hal ini tidak bisa dicapai tanpa dengan melakukan bisnis, bisnis tidak akan berjalan tanpa adanya modal.
Adapun pencampuran modal, bukanlah merupakan syarat, karena akad syirkah bisa terjadi dengan akad bukan dengan harta. Untuk itu tidak dipesyaratkan percampuran harta sebagaimana dalam mudhorobah. Akad syirkah merupakan kontrak untuk menjalankan usaha, dan didalamnya mengandung makna wukalah, perwakilan dapat dilakukan atas dua harta sebelum dilakukan percampuran, begitu juga dengan syirkah (Zuhaili, 1989, IV, hal.806-807).
Kedua, ra’sul mal (modal) dalam syirkah berupa uang, bukan berupa komoditas yang mungkin akan berbeda nilainya, ini merupakan kesepakatan ulama empat madzhab. Menurut imam Malik, ra’sul mal dalam syirkah tidak disyaratkan berupa uang, namun bisa berupa dinar, dirham atau pun komoditi, baik sesama jenis atau beda jenis, tapi bisa ditentukan kadarnya dengan alasan, syirkah bisa dilakukan atas modal dengan kadar yang jelas (Zuhaili, 1989, IV, hal.808).
2.      Syarat Khusus Dari Syirkah Al Mufawadlah
Madzhab Hanafiyah memberikan syarat khusus dalam syirkah al mufawadlah sebagai berikut (Zuhaili, 1989, IV, hal.811) :
a.       Bagi mitra yang melakukan kontrak musyarokah harus kompeten dalam memberikan atau di berikan perwakilan (wakalah dan kafalah), karena dalam syirkah al mufawadlah, tiap mitra memiliki hak dan kewajiban yang sama.
b.      Mitra memiliki persamaan kontribusi modal dalam syirkah, baik kadar atau nilainya, dari awal sampai akhir kontrak kerja sama. syirkah al mufawadlah dibangun atas dasar persamaan.
c.       Ra’sul mal yang diserahkan masing-masing mitra harus memiliki persamaan, sehingga bisa dimasukkan dalam akad. Jika modal yang dikontribusikan salah satu mitra tidak bisa dimasukkan dalam akad karena perbedaan, maka syirkah ini tidak bisa dinamakan dengan syirkah al mufawadlah. Intinya, ra’sul mal yang dikontribusikan oleh mitra memiliki persamaan nilai sehingga bisa dimasukkan secara bersama-sama dalam akad.
d.      Adanya persamaan dalam pembagian keuntungan untuk masing- masing mitra.
e.       Bisnis yang dijalankan oleh mitra merupakan hasil kesepakatan bersama, tidak boleh bisnis itu hanya bisa dilakukan oleh mitra tertentu. Untuk itu, Abu Hanifah dan Muhammad mensyaratkan agar syirkah ini dilakukan dengan sesama muslim, tidak bisa dilakukan dengan orang kafir. Karena mungkin orang kafir akan melakukan bisnis yang tidak bisa dijalankan oleh orang muslim, seperti perdagangan narkotika atau minuman keras. Berbeda dengan Abu Yusuf, al mufawadlah bisa dijalankan dengan orang kafir, karena persamaan keduanya yang memiliki ahliyah untuk menerima wakalah dan atau kafalah.
3.      Syarat Khusus Dari Syirkah Al A’mal
Jika syirkah al a’mal dibangun dengan konsep al mufawadlah, maka harus di penuhi syarat-syarat khusus yang disebutkan dalam syirkah al mufawadlah. Jika syirkah al a’mal dibangun atas dasar al inan, maka syarat  dalam syirkah al mufawadlah tidak harus di penuhi namun, mitra dalam syirkah harus orang yang memiliki kompeten dan ahliyah untuk menjalankan wakalah (Zuhaili, 1989, IV, hal.813).
4.      Syarat Khusus Dalam Syirkah Al Wujuh
Jika syirkah al wujuh dilakukan dengan konsep al muwafadlah, maka mitra yang tergabung harus memiliki kompetensi dan ahliyah untuk menjalankan al kafalah. Keduanya berkewajiban untuk menanggung separo dari harga objek syirkah, begitu juga dengan keuntungan yang di dapatkan, harus  dibagi secara sama diantara mitra. Jika syirkah dilakukan dengan dasar al inan, maka tidak diperlukan syarat-syarat sebagaimana disebutkan. Kadar kewajiban dan hak berdasarkan kontribusi yang diberikan (Zuhaili, 1989, IV, hal.814).

Produk pembiayaan syariah yang didasarkan prinsip bagi hasil adalah:
a. Musyarakah
Bentuk umum dari usaha bagi hasil  adalah musyarakah. Transaksi musyara­kah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerjasama untuk meningkatkan nilai asset yang mereka miliki secara ber­sama-sama. Termasuk dalam golongan musyarakah adalah se­mua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih dima­na mereka secara bersama-sama memadukan seluruh bentuk sumber daya baik yang berwujud maupun tidak berwujud.
Secara spesifik bentuk kontribusi dari pihak yang bekerjasa­ma dapat berupa dana, barang perdagangan (trading asset), kewiraswastaan (entrepreneurship), kepandaian (skill), kepemilikan (property), peralatan (equipment) , atau intangible asset (seperti hak paten atau goodwill), kepercayaan/reputasi (credit worthiness) dan barang-barang lainnya yang dapat dinilai dengan uang. Dengan merangkum seluruh kombinasi dari bentuk kontribusi masing-masing pihak dengan atau tanpa batasan waktu menjadikan produk ini sangat fleksibel.
 Ketentuan umum:
Semua modal disatukan untuk dijadikan modal proyek musyarakah dan dikelola bersama-sama. Setiap pemilik modal ber­hak turut serta dalam menentukan kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana proyek. Pemilik modal dipercaya untuk menjalankan proyek musyarakah tidak boleh melakukan tindak­an seperti:
  • Menggabungkan dana proyek dengan harta pribadi.
  • Menjalankan proyek musyarakah dengan pihak lain tanpa ijin pemilik modal lainnya.
  • Memberi pinjaman kepada pihak lain.
  • Setiap pemilik modal dapat mengalihkan penyertaan atau di­gantikan oleh pihak lain.
  • Setiap pemilik modal dianggap mengakhiri kerjasama apabila:
1)      Menarik diri dari perserikatan
2)      Meninggal dunia,
3)      Menjadi tidak cakap hukum
  • Biaya yang timbul dalam pelaksanaan proyek dan jangka waktu proyek harus diketahui bersama. Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan sedangkan kerugian dibagi sesuai dengan porsi kontribusi modal.
  • Proyek yang akan dijalankan harus disebutkan dalam akad. Setelah proyek selesai nasabah mengembalikan dana terse­but bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank.
b. Mudharabah
Secara spesifik terdapat bentuk musyarakah yang popular dalam produk perbankan syariah yaitu mudharabah. Mudhara­bah adalah bentuk kerjasama antara dua atau lebih pihak dima­na pemilik modal (shahibul maal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. Bentuk ini menegaskan kerjasama de­ngan kontribusi 100% modal dari shahibul maal dan keahlian dari mudharib.
Transaksi jenis ini tidak mensyaratkan adanya wakil shahibul maal dalam manajemen proyek. Sebagai orang kepercayaan, mudharib harus bertindak hati-hati dan bertanggungjawab un­tuk setiap kerugian yang terjadi akibat kelalaian. Sedangkan se­bagai wakil shahibul maal dia diharapkan untuk mengelola mo­dal dengan cara tertentu untuk menciptakan laba optimal.
Perbedaan yang esensial dari musyarakah dan mudharabah terletak pada besarnya kontribusi atas manajemen dan keuangan atau salah satu diantara itu. Dalam mudharabah modal ha­nya berasal dari satu pihak, sedangkan dalam musyarakah mo­dal berasal dari dua pihak atau lebih. musyarakah dan mudhar­abah dalam literatur fiqih berbentuk perjanjian kepercayaan (uqud al amanah) yang menuntut tingkat kejujuran yang tinggi dan menjunjung keadilan. Karenanya masing-masing pihak ha­rus menjaga kejujuran untuk kepentingan bersama dan setiap usaha dari masing-masing pihak untuk melakukan kecurangan dan ketidakadilan pembagian pendapatan betul-betul akan me­rusak ajaran Islam.
Ketentuan umum
§  Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal; harus diserahkan tunai, dapat berupa uang atau barang yang dinyatakan nilainya dalam satuan uang. Apabila modal diserahkan secara bertahap, harus jelas tahapannya dan disepakati bersama.
§  Hasil dan pengelolaan modal pembiayaan mudharabah dapat diperhitungkan dengan dua cara:
§  ¥ (Perhitungan dari pendapatan proyek (revenue sharing)
§  ¥ (Perhitungan dari keuntungan proyek (profit sharing)
§  Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad, pada setiap bulan atau waktu yang disepakati. Bank selaku pemilik modal menanggung seluruh kerugian kecuali akibat kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah, seperti penyeleweng-an, kecurangan dan penyalahgunaan dana.
§  Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan namun tidak berhak mencampuri urusan pekerjaan/usaha nasabah. Jika nasabah cidera janji dengan sengaja misalnya tidak mau membayar kewajiban atau menunda pembayaran kewa­jiban, dapat dikenakan sanksi administrasi.















BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Syirkah menurut bahasa berarti al-ikhtilath yang artinya campur atau percampuran. Demikian dinyatakan oleh Taqiyuddin. Maksud percampuran di sini ialah seseorang mencampurkan hartanya dengan harta orang lain sehingga tidak mungkin untuk dibedakan. Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk satu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (kompetensi, expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan di tanggung bersama sesuai kesepakatan.
Syirkah merupakan akad yang diperbolehkan, hal ini berlandaskan atas dalil-dalil yang terdapat dalam Al-Quran, hadits ataupun ijma ulama. Diantara dalil (landasan syariah) yang memperbolehkan praktik akad syirkah adalah sebagai berikut :
tA$s% ôs)s9 y7yJn=sß ÉA#xsÝ¡Î0 y7ÏGyf÷ètR 4n<Î) ¾ÏmÅ_$yèÏR ( ¨bÎ)ur #ZŽÏVx. z`ÏiB Ïä!$sÜn=èƒø:$# Éóö6us9 öNåkÝÕ÷èt/ 4n?tã CÙ÷èt/ žwÎ) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# ×@Î=s%ur $¨B öNèd 3 £`sßur ߊ¼ãr#yŠ $yJ¯Rr& çm»¨YtGsù txÿøótGó$$sù ¼çm­/u §yzur $YèÏ.#u z>$tRr&ur ) ÇËÍÈ  
“ Daud berkata: "Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan Amat sedikitlah mereka ini". dan Daud mengetahui bahwa Kami mengujinya; Maka ia meminta ampun kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertaubat.”
Ayat diatas merujuk pada dibolehkannya praktik akad musyarakah. Lafadz “al-khulatha” dalam ayat ini bisa diartikan saling bersekutu / partnership, bersekutu dalam konteks ini adalah kerjasama dua atau lebih pihak untuk melakukan sebuah usaha perniagaan. (Zuhaili, 1989, IV, hal. 793). Berdasarkan pemahaman ini, jelas sekali bahwa pembiayaan musyarakah mendapatkan legalitas dari syariah.
Rukun syirkah, yaitu:
1.      Ada sighatnya (lafaz akad)
2.      Ada orang yang berserikatnya
3.      Ada pokok pekerjaannnya
Syarat menjadi anggota syirkah, yaitu:
1.      Berakal
2.      Balig
3.      Merdeka dan dengan kehendaknya sendiri (tidak terpaksa)[3]
Secara garis besar, musyarokah diketegorikan menjadi dua jenis, yakni musyarokah kepemilikan (syirkah al amlak) dan musyarokah akad (syirkah al‘aqd).
Musyarokah akad terbagi menjadi : syirkah al’inan, al mufalwadlah, al a’maal dan syirkah al wujuh (Zuhaili, 1989, IV, hal.796).











DAFTAR PUSTAKA

Djuwani, Dimyauddin. 2008. Fiqih Muamalah.: Pustaka Pelajar.
Muhammad, Syaikh al-‘Allamah. 2010. Fiqih Empat Mazhab. Bandung: Hasyimi.
Suhendi, Hendi. 2011. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Syafe’i, Rahmat. 2001. Fiqih Muamalah. Bandung: Pustaka Setia.
Rasjid, Sulaiman. 2009. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
























[1] Lihat Fiqh al-Sunnah, hlm. 294
[2] Lihat Kifaya al-Akhyar, hlm. 280.
[3] Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam, Bandung, 2009 hlm. 297